Senin, 12 Desember 2011

Kisah Bapak Tua Penjual Amplop

Hmmm....jujur, pertama kali diberitahu link cerita inspiratif ini saya sempat berpikir "Aaah...paling ceritanya gitu-gitu aja". Tapi ternyata setelah iseng saya buka link tersebut, banyak pembelajaran yang bisa kita dapat dari cerita ini yang mungkin bisa menginspirasi anda. Dan siapa tahu, setelah membaca cerita ini anda menjadi memiliki pandangan baru yang lebih positif tentang membantu orang yang kurang seberuntung kita



Setiap menuju ke Masjid Salman ITB untuk shalat Jumat, saya selalu melihat seorang bapak tua yang duduk terpekur di depan dagangannya. Dia menjual kertas amplop yang sudah dibungkus di dalam plastik. Sepintas barang jualannya itu terasa "aneh" di antara pedagang lain yang memenuhi pasar kaget di seputaran Jalan Ganesha setiap hari Jumat. Pedagang di pasar kaget umumnya berjualan makanan, pakaian, DVD bajakan, barang mainan anak, sepatu dan barang-barang asesori lainnya. Tentu agak aneh dia "nyempil" sendiri menjual amplop, barang yang tidak terlalu dibutuhkan pada zaman yang serba elektronis seperti saat ini. Masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah berlalu, namun bapak itu tetap menjual amplop. Mungkin bapak itu tidak mengikuti perkembangan zaman, apalagi perkembangan teknologi informasi yang serba cepat dan instan, sehingga dia pikir masih ada orang yang membutuhkan amplop untuk berkirim surat.
Kehadiran bapak tua dengan dagangannya yang tidak laku-laku itu menimbulkan rasa iba. Siapa sih yang mau membeli amplopnya itu? Tidak satupun orang yang lewat menuju masjid tertarik untuk membelinya. Lalu lalang orang yang bergegas menuju masjid Salman seolah tidak mempedulikan kehadiran bapak tua itu.
Kemarin ketika hendak shalat Jumat di Salman saya melihat bapak tua itu lagi sedang duduk terpekur. Saya sudah berjanji akan membeli amplopnya itu usai shalat, meskipun sebenarnya saya tidak terlalu membutuhkan benda tersebut. Yach, sekedar ingin membantu bapak itu melariskan dagangannya. Seusai shalat Jumat dan hendak kembali ke kantor, saya menghampiri bapak tadi. Saya tanya berapa harga amplopnya dalam satu bungkusa plastik itu. "Seribu", jawabnya dengan suara lirih. Oh Tuhan, harga sebungkus amplop yang isinnya sepuluh lembar itu hanya seribu rupiah? Uang sebesar itu hanya cukup untuk membeli dua gorengan bala-bala pada pedagang gorengan di dekatnya. Uang seribu rupiah yang tidak terlalu berarti bagi kita, tetapi bagi bapak tua itu sangatlah berarti. Saya tercekat dan berusaha menahan air mata keharuan mendengar harga yang sangat murah itu. "Saya beli ya pak, sepuluh bungkus", kata saya.
Bapak itu terlihat gembira karena saya membeli amplopnya dalam jumlah banyak. Dia memasukkan sepuluh bungkus amplop yang isinya sepuluh lembar per bungkusnya ke dalam bekas kotak amplop. Tangannya terlihat bergetar ketika memasukkan bungkusan amplop ke dalam kotak.
Saya bertanya kembali kenapa dia menjual amplop semurah itu. Padahal kalau kita membeli amplop di warung tidak mungkin dapat seratus rupiah satu. Dengan uang seribu mungkin hanya dapat lima buah amplop. Bapak itu menunjukkan kepada saya lembar kwitansi pembelian amplop di toko grosir. Tertulis di kwitansi itu nota pembelian 10 bungkus amplop surat senilai Rp7500. "Bapak cuma ambil sedikit", lirihnya. Jadi, dia hanya mengambil keuntungan Rp250 untuk satu bungkus amplop yang isinya 10 lembar itu. Saya jadi terharu mendengar jawaban jujur si bapak tua. Jika pedagang nakal 'menipu' harga dengan menaikkan harga jual sehingga keuntungan berlipat-lipat, bapak tua itu hanya mengambil keuntungan yang tidak seberapa. Andaipun terjual sepuluh bungkus amplop saja keuntungannya tidak sampai untuk membeli nasi bungkus di pinggir jalan. Siapalah orang yang mau membeli amplop banyak-banyak pada zaman sekarang? Dalam sehari belum tentu laku sepuluh bungkus saja, apalagi untuk dua puluh bungkus amplop agar dapat membeli nasi.
Setelah selesai saya bayar Rp10.000 untuk sepuluh bungkus amplop, saya kembali menuju kantor. Tidak lupa saya selipkan sedikit uang lebih buat bapak tua itu untuk membeli makan siang. Si bapak tua menerima uang itu dengan tangan bergetar sambil mengucapkan terima kasih dengan suara hampir menangis. Saya segera bergegas pergi meninggalkannya karena mata ini sudah tidak tahan untuk meluruhkan air mata. Sambil berjalan saya teringat status seorang teman di facebook yang bunyinya begini: "bapak-bapak tua menjajakan barang dagangan yang tak laku-laku, ibu-ibu tua yang duduk tepekur di depan warungnya yang selalu sepi. Carilah alasan-alasan untuk membeli barang-barang dari mereka, meski kita tidak membutuhkannya saat ini. Jangan selalu beli barang di mal-mal dan toko-toko yang nyaman dan lengkap..".
Si bapak tua penjual amplop adalah salah satu dari mereka, yaitu para pedagang kaki lima yang barangnya tidak laku-laku. Cara paling mudah dan sederhana untuk membantu mereka adalah bukan memberi mereka uang, tetapi belilah jualan mereka atau pakailah jasa mereka. Meskipun barang-barang yang dijual oleh mereka sedikit lebih mahal daripada harga di mal dan toko, tetapi dengan membeli dagangan mereka insya Allah lebih banyak barokahnya, karena secara tidak langsung kita telah membantu kelangsungan usaha dan hidup mereka.
Dalam pandangan saya bapak tua itu lebih terhormat daripada pengemis yang berkeliaran di masjid Salman, meminta-minta kepada orang yang lewat. Para pengemis itu mengerahkan anak-anak untuk memancing iba para pejalan kaki. Tetapi si bapak tua tidak mau mengemis, ia tetap kukuh berjualan amplop yang keuntungannya tidak seberapa itu.
Di kantor saya amati lagi bungkusan amplop yang saya beli dari si bapak tua tadi. Mungkin benar saya tidak terlalu membutuhkan amplop surat itu saat ini, tetapi uang sepuluh ribu yang saya keluarkan tadi sangat dibutuhkan si bapak tua.
Kotak amplop yang berisi 10 bungkus amplop tadi saya simpan di sudut meja kerja. Siapa tahu nanti saya akan memerlukannya. Mungkin pada hari Jumat pekan-pekan selanjutnya saya akan melihat si bapak tua berjualan kembali di sana, duduk melamun di depan dagangannya yang tak laku-laku

Kamis, 01 Desember 2011

Enterpreneur Butuh Pendidikan

Hmmm.... Sudah lama sekali saya tidak posting di blog ini. Sebagai pemanasan lagi, saya posting 1 artikel yang pernah saya baca
Mohon maaf sekali karena saya lupa sumbernya dari mana, maka sumber tidak saya cantumkan
Yang pasti dengan ini saya menyatakan bahwa tulisan ini adalah copas dari sumber lain. Tapi tujuan saya hanyalah mencoba menginspirasi para pembaca sekalian. Selamat menikmati


Sementara banyak entrepreneur pemula terkesima dengan keberhasilan para entrepreneur yang meninggalkan bangku kuliah Bill Gates, Steve Jobs, Michael Dell dan sebagainya, terselip pertanyaan sebagai berikut: "Seberapa pentingnya pendidikan bagi keberhasilan seorang entrepreneur?"
Pendidikan formal mungkin bukan jalan yang 100% bisa membuat Anda langsung berhasil. Tetapi harus diakui juga terdapat kekhawatiran bahwa dengan pendidikan formal yang memadai, seseorang bisa saja meraih kesuksesan yang lebih tinggi saat menjadi seorang entrepreneur.
Berikut adalah beberapa alasan mengapa seorang entrepreneur sebaiknya tidak meninggalkan bangku pendidikan meski dengan alasan berbisnis di usia muda yang dirangkum dari pendapat Onibalusi Bamidele, seorang entrepreneur muda berusia 16 tahun.
Kuliah menambah besar peluang sukses
Jika Anda mengamati sebagian besar entrepreneur yang meninggalkan pendidikan formal, Anda bisa amati bahwa sosok entrepreneur yang mereka idolakan ialah BillGates. Tapi jika kita cermati, berapa banyak entrepreneur di dunia yang mampu mencapai prestasi seperti Bill Gates?
Menjadi terkemuka tidak serta merta selalu berkenaan dengan ide cemerlang atau pengetahuan mendalam tentang sebuah bidang tetapi lebih kepada bagaimana Anda bisa menampilkan ide-ide Anda dengan cara  yang paling efektif. Anda bisa temui kemudian hari bahwa keputusan untuk tidak ikut serta dalam pendidikan formal adalah salah satu penyesalan terbesar Anda.
Mungkin kita beberapa kali pernah menemukan entrepreneur yang sukses meski sudah berhenti kuliah. Dan kita mendengar keberhasilan mereka karena mereka sudah sukses. Mungkin kita lebih sering menemukan daftar sensasional entrepreneur tanpa gelar sarjana yang sukses luar biasa tetapi apakah kita pernah tahu dan membaca deretan nama-nama entrepreneur tanpa pendidikan formal yang juga gagal? Jumlahnya pasti lebih banyak lagi.
Ada begitu banyak fakta untuk mendukung pernyataan di atas dan kita telah membaca sejumlah wawancara dengan entrepreneur yang berharap mereka tidak pernah memutuskan masa studi mereka. Yang lebih tepat ialah bahwa banyak entrepreneur akhirnya menemukan kesalahan mereka untuk meninggalkan bangku sekolah di kemudian hari. Dan demi melindungi ego mereka, mereka terus menerus berkata bahwa adalah hal yang tidak buruk untuk meninggalkan bangku kuliah demi merintis usaha.
Jika kita mengamati angka-angka yang ada, sangat sedikit orang yang gagal lulus kuliah menjadi luar biasa sukses saat menjadi entrepreneur dan banyak dari mereka ini menyalahkan diri mereka suatu hari nanti karena membuat keputusan tersebut dan berteriak dalam hatinya, "Jika saja saya tamat kuliah!"
Untuk menghindari penyesalan seperti itu, mari kita telaah beberapa alasan mengapa mengikuti pendidikan formal adalah sebuah investasi jangka panjang yang tak pernah sia-sia.
Menambah rasa percaya diri
Mungkin Anda bisa membayangkan untuk berada dalam sebuah ruang rapat yang dipenuhi oleh para direktur, eksekutif atau orang-orang terdidik dan kemudian memulai presentasi Anda dengan sebuah pernyataan pembuka yang bernada bangga," Saya tidak menyelesaikan pendidikan formal saya". Sebesar apapun kekaguman orang pada awalnya, mereka akan bertanya tentang bagaimana Anda bisa merasa bangga terhadap hal itu.
Memang betul pola pikir entrepreneur tidak harus mengikuti pakem atau norma yang ada, tetapi kita juga perlu menyadari bahwa mengikuti pendidikan formal adalah suatu prestasi tersendiri dibandingkan mereka yang tidak menempuh pendidikan formal hingga tuntas.
Jika Anda menemukan seorang entrepreneur sukses yang memiliki banyak prestasi dengan nada, "Saya memiliki gelar Ph. D dalam matematika terapan, tetapi saya gembira tidak pernah harus menggunakan gelar itu untuk mencari pekerjaan karena keputusan untuk menjadi entrepreneur adalah yang terbaik bagi saya." Orang-orang yang menyaksikan Anda akan merasa lebih respek kepadanya. Kita bisa mulai memandangnya sebagai seseorang dengan kecerdasan tinggi, teman yang terdidik yang mengetahui apa yang ia katakan, tidak hanya sekadar melek huruf.
Anda memiliki opsi kegagalan
Sementara sepanjang waktu tidak ditemui adanya kebutuhan untuk opsi gagal ini, tidaklah buruk untuk memilikinya. Karena hanya ada sedikit jaminan menjadi entrepreneur sukses untuk Anda, setidaknya Anda memiliki rencana khusus sebagai cadangan.
Amatilah sebagian besar entrepreneur berhasil yang tercatat dalam sejarah dan Anda akan melihat bahwa sebagian besar persentase tersebut telah bekerja dalam bidang yang mereka tekuni selama setidaknya 5 tahun berturut-turut sebelum mereka benar-benar sukses. Jika Anda memiliki pekerjaan, jika Anda tidka memiliki gelar, bahkan jika Anda memiliki motivasi besar sekalipun , Anda masih harus mengetahui bahwa tidak mudah untuk berhasil sebagai seorang entrepreneur. Bukan berarti kita abaikan usaha dan bisnis yang sedang dirintis tetapi patut dipahami bahwa untuk sukses dibutuhkan waktu yang tidak sedikit. Dan gelar akademis Anda bisa menjadi faktor pembantu yang bisa mempersingkat panjang waktu yang dibutuhkan untuk menjadi sukses karena itulah.
Mungkin Anda bertanya, "Mengapa seorang entrepreneur membutuhkan respek?" Telah terbukti bahwa lebih dari 70% usaha rintisan gagal di tahun pertamanya dan jika Anda bayangkan menjadi salah seorang pendiri usaha ini dan Anda tidak memiliki kualifikasi akademik. Pertama-tama Anda akan kehilangan citra di mata publik. Anda juga kurang leluasa untuk membangun bisnis yang sukses selama bertahun-tahun dengan citra yang kurang diterima publik. Ini akan membuat Anda frustrasi dan lebih berpeluang untuk berhenti di tengah jalan.
Anda dapatkan lebih banyak pengetahuan dan pengalaman
Banyak entrepreneur akan menanyakan hal ini dan akhirnya mengatakan bahwa pengalaman nyata lebih banyak datang dari praktik menjalankan bisnis. Tidak ada keraguan untuk itu tetapi perlu diketahui juga hal-hal lain yang juga tak kalah penting.
Menempuh pendidikan formal memungkinkan Anda untuk mengambil jalan yang lebih sesuai dengan keinginan Anda dan memperkaya pengetahuan dengan belajar secara terus menerus dan praktik pengetahuan yang sudah terserap. Anda juga akan bisa menemukan orang-orang dengan pemikiran yang sama dan Anda bisa belajar dari mereka, Anda juga akan mendapatkan pengalaman dalam berjejaring dan berkomunikasi dengan orang.
Banyak entrepreneur muda memiliki ketrampilan komunikasi dan jejaring yang kurang memadai dan hal ini akan mempengaruhi kesuksesan dalam bisnis dan kehidupan. Ikut pendidikan formal akan membantu Anda mempelajari banyak hal dan salah satunya ialah kemampuan untuk mempertajam dan meningkatkan ketrampilan berjejaring dan komunkasi Anda.


Pendekatan yang berbeda
Setelah mengamati kisah sebagian besar entrepreneur yang mendukung untuk tidak ikut serta dalam pendidikan formal, sebuah kesamaan ditemukan: mereka rata-rata tidak memilih jurusan yang mereka sukai. Seorang entrepreneur tidak bisa berhasil jika tidak memilih bidang yang sesuai dengan minatnya. Dan itu adalah harga mati. Pendekatan yang kita gunakan haruslah berbeda, yaitu memanndang kuliah sebagai sarana untuk memperdalam hal yang Anda cintai bukan mendapatkan nilai A sebanyak mungkin.(*Akhlis)

Selasa, 24 Mei 2011

Berasumsi ?? Sebaiknya Jangan !!!

Pada suatu hari di suatu bar, masuklah seorang berpakaian perlente dan minum di bar tersebut. Sang bartender melihat manusia keren tersebut tertarik dan bertanya: Apa pekerjaan bung?
Lalu orang itu menjawab, ooooo saya adalah seorang LogicThinker.
Si bartender bingung dan bertanya : apa itu pekerjaan logic thinker?

Orang itu menjawab: wah susah menerangkannya, soalnya memang bukan pekerjaan yang lazim, tapi saya akan kasih anda contoh saja, ok?
Bartender : Ok!
Tamu: Begini, pertama-tama saya bertanya dulu, apakah anda punya akuarium?
Bartender : O ya saya punya akuarium buesuaaarrr di rumah.
Tamu: Nah kalo anda punya akuarium , logisnya anda punya ikan
Bartender : O ya saya punya ikan berbagai jenis
Tamu: nah kalo anda punya ikan , anda pasti sayang binatang
Bartender : Oya betul sekali saya sangat sayang pada binatang
Tamu: Kalo anda sayang binatang, apalagi pada anak anda!!Anda pasti sangat menyayangi anak anda.
Bartender: Betul sekali saya mencintai anak saya lebih dari ikan.
Tamu : Nah logisnya, jika punya anak pasti punya istri.
Bartender: Anda kok tahu? saya memang punya istri cantik jelita.
Tamu : Tentu saja saya tahu karena itu semua hanya logis saja. nah sekarang pertanyaan terakhir, jika anda punya istri dan anak, berarti anda tidak impoten!!! betul?
Bartender : 100% betul saya tidak impoten.
Tamu: Nah begitulah kira-kira logic thinker itu.
Bartender : oooo begitu tho? saya ngerti sekarang (sambil takjub)
Lalu setelah tamu itu pergi, datanglah teman si bartender dan bertanya:
Teman: eh, kamu tadi kok asyik sekali omong apa?
Bartender : ooo tadi saya membicarakan pekerjaan orang itu sebagai logic thinker
Teman: apa itu logic thinker
Bartender: Begini lho saya terangkan (lagaknya kumat) pertama- tama saya tanya dahulu, kamu punya akuarium ndak?Teman: ndak punya tuh?
Bartender: (berseru dengan keras dan pasti) BERARTI ANDA IMPOTEN!


Terlalu cepat mengambil kesimpulan. Ya itulah yang dilakukan si bartender ini terhadap temannya. Hanya dengan mengambil satu informasi saja (temannya tidak punya akuarium), si bartender ini langsung mengambil kesimpulan bahwa temannya menderita impotensi, padahal belum tentu dia menderita impotensi.

Memiliki asumsi yang tidak tepat ini sering terjadi di kehidupan kita sehari-hari loo... Inilah yang membuat jalur komunikasi tidak berjalan lancar. Adanya distorsi komunikasi, pengalaman pribadi, dan faktor-faktor lainnya juga sering membuat kita berasumsi terhadap seseorang. Padahal, apabila kita sering miss komunikasi banyak kerugian yang bisa kita dapat. Hubungan pertemanan bisa renggang, pasangan anda jadi ngambek, bahkan kerjasama bisnis bisa jadi berantakan. Karena begitu bahayanya sebuah asumsi yang salah (dikarenakan pengambilan kesimpulan yang terlalu cepat) maka berikut beberapa tips yang bisa anda gunakan :
  1. Dengarkan cerita dari lawan bicara anda sampai habis
  2. Jangan pernah mengambil kesimpulan langsung saat lawan bicara anda masih bercerita
  3. Apapun pernyataan yang dilontarkan lawan bicara anda, jangan langsung berasumsi
  4. Tanyakan (konfirmasi) pernyataan yang dimaksud apakah sama dengan pemahaman anda
Semoga bermanfaat

Do Your Best, To Be The Best Of You
Make Life Not Just Living

Senin, 23 Mei 2011

Renungkan Sebelum Bertindak

Alfed Adalah seorang pekerja Inggris yang sedang bekerja di lantai 13 sebuah gedung. Tiba-tiba seorang berteriak-teriak, "Alfred.. Alfred... anak perempuanmu Rossie mati krn kecelakaan... Alfred...!"
Karena panik, orang ini langsung loncat lewat jendela ... dari lantai 13.

Ketika dia hampir mendekati lantai 9, dia baru ingat bahwa dia tidak punya anak perempuan bernama Rossie, setelah dia hampir mendekati lantai 5, dia baru sadar bahwa dia belum menikah.. apalagi punya anak. Dan ketika dia hampir menyentuh tanah.. dia baru sadar bahwa namanya bukanlah Alfred..

 Ha..ha..ha..salah satu humor ini cukup membuat saya tertawa saat pertama kali saya membacanya. Cerita-cerita humor sejenis ini mungkin sudah sering anda baca dari berbagai macam sumber. Tapi sadarkah anda, bahwa guyonan ini pun sebenarnya banyak kita temui di kehidupan sehari-hari. Mungkin anda melihatnya di teman dekat anda, rekan bisnis, atau bahkan mungkin anda sendiri. Tapi apa maksudnya kita sering menemui kejadian ini?

Sering kita menjumpai berbagai macam permasalahan di kehidupan kita sehari-hari. Bahkan ada yang bilang bahwa masalah itu akan selalu ada. Tapi bagaimana respon anda ketika ada masalah yang tiba-tiba mendadak datang di depan anda? Apakah anda akan lari, atau anda akan hadapi? Itu semua pilihan anda masing-masing

Apapun pilihan yang anda ambil, pastikan bahwa anda tidak serta mengambil tindakan yang berakibat buruk dalam jangka panjang. Meskipun anda adalah orang yang spontan, tapi untuk menyelesaikan suatu permasalahan usahakan untuk mengambil tindakan yang efeknya jangka panjang. Renungkan sebentar apakah tindakan yang anda ambil merugi sesaat pada jangka pendeknya tetapi menguntungkan di masa depan, atau anda memilih seperti cerita Alfred di atas yang langsung mengambil tindakan spontan tapi akhirnya merugi jangka panjangnya. Selamat memilih

Do Your Best To Be The Best Of You
Make Live Not Just Living

Senin, 25 April 2011

Toples Kosong

Seorang professor berdiri di dpn kelas filsafat.
Saat kelas dimulai, dia mengambil toples kosong dan mengisi dgn bola2 golf.
Kemudian berkata kpd murid2nya, apakah toples sdh penuh...... ?
Mereka setuju !!!!
Kemudian dia menuangkan batu koral ke dlm toples, mengguncang dgn ringan.
Batu2 koral mengisi tempat yg kosong di antara bola2 golf.

Kemudian dia bertanya kpd murid2nya, apakah toples sdh penuh ??
Mereka setuju !!!
Selanjutnya dia menabur pasir ke dlm toples ...
Tentu saja pasir menutupi semuanya.
Profesor sekali lagi bertanya apakah toples sdh penuh..??.
Para murid berkata, "Yes"...!!
Kemudian dia menuangkan dua cangkir kopi ke dlm toples, dan secara efektif mengisi ruangan kosong di antara pasir.
Para murid tertawa....
"Sekarang.. saya ingin kalian memahami bahwa toples ini mewakili kehidupanmu. "
"Bola2 golf adalah hal yg penting; Tuhan, keluarga, anak2, kesehatan.
"Jika yg lain hilang dan hanya tinggal mrk, maka hidupmu msh ttp penuh."
"Batu2 koral adalah hal2 lain, spt pekerjaanmu, rumah dan mobil."
"Pasir adalah hal2 yg sepele."
"Jika kalian pertama kali memasukkan pasir ke dlm toples, maka tdk akan tersisa ruangan utk batu2 koral ataupun utk bola2 golf..
Hal yg sama akan terjadi dlm hidupmu."
"Jika kalian menghabiskan energi utk hal2 yg sepele, kalian tdk akan mempunyai ruang utk hal2 yg penting buat kalian."
"Jadi Beri perhatian utk hal2 yg penting utk kebahagiaanmu.
"Bermainlah dgn anak2mu."
"Luangkan wkt utk check up kesehatan."
"Ajak pasanganmu utk keluar makan malam"
"Berikan perhatian terlebih dahulu kpd bola2 golf. 
Hal2 yg benar2 penting. Atur prioritasmu.
Baru yg terakhir, urus pasirnya.
"Salah satu murid mengangkat tangan dan bertanya, "Kopi mewakili apa?
Profesor tersenyum, "Saya senang kamu bertanya.
"Itu utk menunjukkan kpd kalian, sekalipun hidupmu tampak sdh sgt penuh,tetap selalu tersedia tempat utk secangkir kopi bersama sahabat.

Senin, 04 April 2011

La Emangnya Sekarang Saya Ngapain ??



Alkisah Jamaludin kali ini sedang berlibur ke desa sebelah untuk mengunjungi saudaranya yang membuka usaha di tepi pantai. Dengan tujuan untuk mempererat tali silaturahmi, berangkatlah Jamaludin seorang diri. Setelah menempuh lama perjalanan selama kurang lebih, tibalah Jamaludin di tempat usaha saudaranya ini. Seperti biasanya, Jamaludin saat mengunjungi saudaranya ini selalu meminta untuk dibuatkan Es Kelapa Muda favoritnya. Sembari menikmati minuman segar itu, tanpa sengaja Jamaludin melihat seorang nelayan yang duduk-duduk di bawah pohon yang rindang. Dia terlihat sedang menghisap rokok dengan santainya, ditemani secangkir kopi di sisinya. Padahal saat itu matahari belum sampai di atas kepala. Selidik punya selidik dari saudaranya, ternyata nelayan itu kegiatan sehari-harinya memang seperti itu. Dia berangkat pada saat pagi hari untuk memancing di tengah laut, kurang lebih selama dua hingga tiga jam dia kembali ke daratan menjual hasil tangkapannya kemudian santai-santai hingga sore hari untuk kemudian pulang ke rumah. Dan itu sudah dia lakukan setiap hari selama bertahun-tahun.


Namun pada hari itu, ada suatu kejadian yang cukup menggelitik. Jamaludin melihat nelayan itu didekati oleh seorang pria. Dilihat dari dandanannya, sepertinya dia adalah orang yang berasal dari kota. Dan nampaknya juga cukup terlihat sukses. Penasaran dengan apa yang diperbincangkan, Jamaludin pun mendekat untuk mencuri-curi dengar perbincangan mereka

"Lagi santai nih pak?" sapa orang kota itu
"Oh.... iya pak" sapa nelayan itu pula dengan ramah sambil menyeruput kopi hitamnya
"Emang sehari-harinya kerjanya gimana pak?" tanya orang kota itu penasaran.
"Saya pergi memancing sekitar jam 5 pak. Abis gitu sekitar 3 jam, saya balik ke daratan. Saya jual hasil tangkapan saya. biasanya sekitar jam 10 atau jam 11 gitu sudah habis. Terus ya saya santai-santai aja kayak gini sampe sore nanti" terang nelayan itu
"Setiap hari kaya' gitu pak?"
"Ya" sembari menghisap rokoknya dalam-dalam
"Hmmm.... wah harusnya penghasilan bapak itu bisa 2-3x lipat lo pak. Mau tau caranya ga?"
"Mmmmm.... gimana emangnya?"
"Bapak pagi sampai jam 8 kan mancing, terus hasil tangkapan dijual sampai jam 10. Seharusnya setelah itu bapak bisa balik lagi ke laut untuk mancing lagi, dan balik ke daratan untuk dijual lagi. Jadi penghasilan bapak sudah melipat 2x lebih banyak dari sekarang"
Sambil menghisap rokok dalam-dalam, nelayan itu bertanya "Lalu?"
"Nah sambil melakukan hal itu, bapak tabung beberapa penghasilan bapak. Sampai nanti bapak melakukan hal itu secara konsisten terus-menerus, di satu titik bapak bisa membeli kapal yang lebih besar ukurannya. Jadi kapal bapak bisa menampung hasil laut yang lebih banyak lagi. Jadi logikanya, penghasilan bapak sudah 4x lipat lebih banyak dari sekarang." jelas orang kota itu dengan penuh semangat.
"Lalu..?" sambil tetap menghisap rokoknya dalam-dalam tanpa merubah posisi duduk santainya.
"Nah saat penghasilan bapak sudah 4x lebih banyak itu tadi, sekali lagi bapak kumpulkan lagi sebagian penghasilannya. Lakukan lagi secara konsisten, fokus, dan persisten nantinya bapak alokasikan uang bapak untuk beli mesin pancing yang canggih. Sehingga secara otomatis dan lebih ringan tangkapan bapak akan makin banyak dan makin banyak lagi."
"Huuuff..... lalu?" tanya nelayan itu sambil menghembuskan asap rokoknya
"Nah kalau sudah di titik ini, berarti penghasilan bapak sudah makin besar kan? Jadi bapak bisa mempekerjakan karyawan"
"Lalu...?" masih dengan duduk dan merokok dengan santai
"Na kalau anda sudah mempekerjekan karyawan, anda sudah enak pak. Bapak bisa DUDUK-DUDUK SANTAI-SANTAI"
"Oww...tujuannya untuk itu. Menurut anda, LA EMANGNYA SEKARANG SAYA NGAPAIN?"
Mendengar perbincangan itu, Jamaludin pun tersenyum simpul dan meninggalkan nelayan dan orang kota yang nampak bingung meneruskan kata-katanya lagi.

Pelajaran yang bisa kita petik dari pengalaman Jamaludin ini adalah, MASING-MASING ORANG ADALAH BERBEDA, JANGAN PAKSAKAN UNTUK SAMA DENGAN ANDA. Mungkin bagi orang kota itu tadi, arti sukses adalah saat dia memiliki penghasilan yang banyak kemudian memiliki karyawan dan dia akan merasa bahagia. Sehingga dia mencoba untuk merubah pola pikir si nelayan agar menuju ke jalan 'kebahagiaan' versinya. Tapi apa yang terjadi? Justru si nelayan tidak tertarik dengan jalan kebahagiaan si orang kota. Dia merasa sudah sangat bahagia dengan kondisinya sekarang. Secara logika, saat orang sudah bahagia dengan kondisinya lalu untuk apa kita paksakan menjalani 'Jalan Kebahagiaan' versi kita, yang mana belum tentu sesuai dengan 'Jalan Kebahagiaan' orang tersebut.

Saya jadi teringat satu pengalaman yang terjadi pada saya sendiri. Saat itu saya sedang membangun bisnis jaringan bersama seorang teman. Di bisnis itu saya diberikan pemahaman bahwa bisnis ini adalah segala-galanya. Ini yang bisa mengantar saya mencapai impian-impian saya. Dulu di awal-awal tentu saja, saya termakan dengan pemahaman-pemahaman itu. Ada sejenis doktrin-doktrin yang ditanamkan bahwa saya harus punya komisi yang besar. Karena saat kita punya uang banyak, kita akan sangat bahagia. Dan yang terjadi saat menjalankan bisnis tersebut, saya merasa sangat bahagia. Wah berarti komisinya besar dong?? Ga juga. Komisi saya di bisnis itu sama sekali tidak besar. Bahkan di saat itu pun, ada beberapa omongan dari keluarga dan pasangan saya. Mereka menanyakan, saya ini terlihat jungkir balik di bisnis itu tapi kenapa ga ada hasil yang signifikan. Di awal saya tidak terlalu menggubris kata-kata itu. Tapi di akhir tahun lalu saya menemukan jawabannya. Ternyata kenapa selama ini saya bahagia di bisnis itu, alasannya bukan karena penghasilannya. Di saat semua memberikan doktrin bahwa dengan bisnis itu saya akan mendapatkan kebahagiaan melalui komisi yang besar, ternyata kebahagiaan yang saya dapatkan adalah ketika saya bertemu orang-orang baru yang bisa saya bantu, saya mendapatkan pengembangan diri yang besar disana, dan juga saya mendapatkan teman-teman yang memiliki sikap positif. Disitulah ternyata 'Jalan Kebahagiaan' saya.

Untuk itu jangan takut untuk tetap bertahan dengan 'Jalan Kebahagiaan' anda. Di saat anda nyaman dengan 'Jalan' yang sedang anda lewati, nikmati saja, dan tidak perlu ikut-ikutan 'Jalan' orang lain yang katanya lebih membahagiakan tapi membuat anda tidak memenuhi kebutuhan emosional anda. Selama tindakan anda tidak merugikan orang lain, JALANKAN dan NIKMATI.

Do Your Best, Be The Best
Make Life Not Just Living
Have Another Lucky Day

Kamis, 17 Maret 2011

Makna GAMBARU Bagi Warga Jepang

 Ditulis oleh seorang mahasiswi yg tinggal Jepang:
------------------------------
Say YES to GAMBARU!
By Rouli Esther Pasaribu


Terus terang aja, satu kata yang bener2 bikin muak jiwa raga setelah tiba di Jepang dua tahun lalu adalah : GAMBARU alias berjuang mati-matian sampai titik darah penghabisan.

Muak abis, sumpah, karena tiap kali bimbingan sama prof, kata-kata penutup selalu :
motto gambattekudasai (ayo berjuang lebih lagi), taihen dakedo, isshoni gambarimashoo (saya tau ini sulit, tapi ayo berjuang bersama-sama),
motto motto kenkyuu shitekudasai (ayo bikin penelitian lebih dan lebih lagi).
Sampai gw rasanya pingin ngomong, apa ngga ada kosa kata lain selain GAMBARU? apaan kek gitu, yang penting bukan gambaru.

Gambaru itu bukan hanya sekadar berjuang2 cemen gitu2 aja yang kalo males atau ada banyak rintangan, ya udahlah ya...berhenti aja.
Menurut kamus bahasa jepang sih, gambaru itu artinya : "doko made mo nintai shite doryoku suru" (bertahan sampai kemana pun juga dan berusaha abis-abisan)

Sabtu, 12 Maret 2011

Menjadi Peramal Saat Mencari Pekerjaan

Waaah... Ternyata blog ini sudah mulai membahas klenik ya? Apa sudah mulai ngikutin trend seperti film-film di Indonesia yang isinya hantu melulu? Tentu saja tidak. Sekali lagi saya ingin menceritakan sebuah pengalaman yang saya alami pribadi.

Beberapa saat lalu seorang kenalan saya beberapa kali menanyakan perihal adanya lowongan kosong di perusahaan tempat saya bekerja. Sejauh yang saya tahu dia memang sedang mencari pekerjaan yang lebih layak dari tempat kerjanya yang sekarang. Dengan niatan ingin menolong, saya bantu menanyakan pada bagian HRD. Setelah beberapa kali perbincangan via message singkat, akhirnya teman kami yang di HRD ini menyarankan untuk melamar di posisi Sales Supervisor Area. Hmm..saya pikir posisi yang cukup lumayan untuk memulai. Langsung saja saya beritahu kenalan saya ini untuk segera mengirimkan CV dan Surat Lamaran Kerjanya pada perusahaan. Dengan harapan, dia bisa dipanggil dalam waktu dekat untuk wawancara. Karena yang saya tahu, memang perusahaan ini tingkat turn over karyawannya di bagian sales cukup tinggi.

Rabu, 09 Maret 2011

Kisah Seorang Supir Taksi

Ini adalah hasil dari pengalaman saya pribadi saat berlibur ke Yogyakarta. Bersama istri saya, kami memutuskan untuk berlibur kesana. Kenapa harus Yogya? Karena kota ini sudah saya anggap sebagai kota kedua saya. Meskipun saya bukan asli orang sana. Tapi saya sudah jatuh cinta dengan kota ini. Tapi bukan itu yang ingin saya ceritakan hari ini. Karena percuma juga anda saya suguhkan cerita tentang apa saja yang kami lakukan saat liburan disana :)

Saat liburan di Yogya ini, kami menumpang salah satu taksi yang dipanggil via telpon saat kami selesai berkunjung dari keraton Yogya. Dari luar, saya melihat bentuk fisik taksi ini biasa-biasa saja. Tidak nampak eksklusif. "Ah..paling pelayanannya juga standar. Tapi ya ngapain juga dipikirin. Pokoknya nyampe ke tujuan lah" Itulah kesan pertama yang saya dapatkan

Tapi kesan itu mulai berubah saat kami mulai ngobrol dengan sang sopir. Saya tanya-tanya mulai dari keluarga, berapa lama jadi supir taksi, asli dari mana, dan beberapa pertanyaan lain dengan tujuan untuk membangun keakraban. Beliau pun akhirnya menceritakan beberapa pengalaman hidupnya. Termasuk hanya dari profesi supir taksi, dia bisa menyekolahkan kedua anaknya hingga lulus kuliah dan keduanya pun telah bekerja (yang sulung bekerja di salah satu hotel yang cukup besar di yogya, dan anak kedua baru diterima di salah satu bank swasta). Tapi yang lebih hebat lagi, mobil yang dia labeli sebagai taksi ini kepemilikan sepenuhnya punya beliau. Kenapa menurut saya cukup hebat? Berapa diantara supir taksi yang kita tahu yang berhasil memiliki mobilnya?

Sabtu, 08 Januari 2011

Hal-Hal Negatif...Sungguh Cepat Merasuk Kalbu Kita


“Iiih….kenapa ya temenku ini, udah aq bilangin kalo ini tuh lebih baik. Eeee…dia malah nurut ma temen-temennya yang masih suka main-main. Pengaruh-pengaruh NEGATIF kaya’ gitu kok didengerin.”

Pernah mendengar teman anda berbicara mirip-mirip seperti itu? Atau bahkan anda pernah bicara seperti itu? Banyak yang bilang bahwa di dunia luar itu banyak sekali pengaruh negatifnya, kita harus bisa menetralisir hal-hal negatif tersebut. Sebelum kita masuk tentang bagaimana dan kenapa pengaruh negatif itu lebih cepat masuk dan mempengaruhi orang, saya mau singgung sedikit tentang Map Is Not The Territory alias Peta bukanlah wilayah. Apa maksudnya? Semoga tulisan berikut sedikit membantu menjelaskan