Sabtu, 08 Januari 2011

Hal-Hal Negatif...Sungguh Cepat Merasuk Kalbu Kita


“Iiih….kenapa ya temenku ini, udah aq bilangin kalo ini tuh lebih baik. Eeee…dia malah nurut ma temen-temennya yang masih suka main-main. Pengaruh-pengaruh NEGATIF kaya’ gitu kok didengerin.”

Pernah mendengar teman anda berbicara mirip-mirip seperti itu? Atau bahkan anda pernah bicara seperti itu? Banyak yang bilang bahwa di dunia luar itu banyak sekali pengaruh negatifnya, kita harus bisa menetralisir hal-hal negatif tersebut. Sebelum kita masuk tentang bagaimana dan kenapa pengaruh negatif itu lebih cepat masuk dan mempengaruhi orang, saya mau singgung sedikit tentang Map Is Not The Territory alias Peta bukanlah wilayah. Apa maksudnya? Semoga tulisan berikut sedikit membantu menjelaskan
Peta Bukanlah Wilayah, adalah salah satu prinsip dasar dari ilmu NLP. Apa itu peta? Apa itu wilayah? Setiap orang memiliki petanya sendiri-sendiri. Dan setiap orang tidak sama. Contoh sederhana, ketika saya bilang tulisan saya ini bagus belum tentu anda bilang bahwa tulisan ini bagus. Ada yang bilang jelek, ada yang bilang lumayan, ada yang bilang biasa aja, atau bahkan mungkin tidak bilang apa-apa. Ya, itu karena setiap orang memiliki pemahaman / peta sendiri-sendiri. Nah begitu pula dengan hal-hal yang kita sebut dengan “negatif”. Saat orang melakukan hal yang dikatakan negatif, tentu saja kita tidak bisa menyebutkan bahwa orang itu adalah orang yang negatif / tidak baik. Ingat sekali lagi, bahwa dia punya peta sendiri, dan kita punya peta sendiri. Peta mereka belum tentu sama dengan peta kita. Jadi seruwet apapun peta yang mereka miliki, kita harus tetap menghormati. Dan untuk membantu juga, miliki prinsip (yang juga merupakan salah satu prinsip dalam NLP) bahwa Every behavior has a good itention atau setiap perilaku yang dimunculkan seseorang memiliki tujuan yang baik. Saat seseorang memunculkan sebuah perilaku (yang mungkin tidak sesuai dengan norma kita) tentu saja harus kita sadari bahwa dia pasti memiliki tujuan baik. Paling tidak tujuan baiknya demi kepuasan emosional si orang tersebut.

Nah sekarang kita kembali tentang pengaruh-pengaruh negatif. Untuk ngebahas ini kita pake’ bahasa yang lebih ringan biar terlihat akrab. Kenapa ya kok hal-hal negatif itu bisa nancep banget dan menyerap dengan cepat ke dalam kalbu kita ketimbang hal-hal yang positif? Coba sekarang kita posisikan bahwa kita adalah seorang pelajar / mahasiswa. Sekarang sudah malem. Besok ada ujian. Mata pelajaran yang tidak anda kuasai. Tapiiii….anda dapet info nih kalo besok yang jaga tuh cuma karyawan yang berposisi sebagai pegawai TU (tata usaha). Dan beliau ini terkenal “kooperatif” banget kalo jaga ujian. Belum lagi sahabat anda sudah janji duduk di sebelah anda persis, saat ujian. Tentunya dengan bagi-bagi jawaban. Di lain pihak, sekarang adalah waktunya film favorit anda diputar di tv. Dan ini bener-bener ga bisa dilewatin. Tapi anda tau kalau anda nonton film itu biasanya langsung capek, ngantuk, terus tidur. Nah pertanyaannya, anda akan belajar untuk persiapan ujian besok, atau anda nonton tv, toh sahabat anda sudah belajar.

Kalau anda memilih tetap belajar, berarti anda memang kebal terhadap hal-hal negatif. Tapi kalo anda memilih untuk nonton tv, selamat acara tv anda tidak ketinggalan. Hehehehe. Baiklah, gini maksud saya. Hal-hal negatif biasanya akan membelokkan kita dalam menuju ke tujuan akhir dengan hasil positif. Kenapa kok kita rentan banget terhadap hal-hal negatif ini? Ternyata itu semua karena otak kita. Dalam otak ada bagian dari otak yang disebut dengan amigdala dimana lokasinya berada dalam sistem limbik otak kita. Amigdala ini berfungsi untuk memberikan  respon dari stimulus-stimulus yang ada secara emosional. Contoh ketika anda tergores pisau, respon teriak / menangis / meringis yang dimunculkan ternyata diatur si amigdala ini.
Ada pula yang namanya neokorteks. Yaitu bagian otak yang berfungsi sebagai memberikan respon berupa tanggapan yang diperoleh dari proses penggabungan berbagai data dan fakta yang sudah tersimpan dalam otak tersebut sebelumnya. Otak inilah yang mampu menekan respon emosi yang sempat muncul, jika ternyata tersebut negatif dan merugikan. Dan bagian otak ini lah yang berfungsi sebagai rasionalisasi kita.

Lo…kan udah ada si neokorteks, terus kenapa kok kita lebih cepet ngerespon hal-hal negatif? Menurut pengalaman saya, hal-hal negatif di sekitar kita kebanyakan bersifat yang menyenangkan emosi kita. Seperti lebih memilih nonton tv (contoh di atas), bermalas-malasan, boros, dan lain-lain. Cilakanya…perintah dari amigdala ini lebih spontan dan lebih dulu dari perintah si neokorteks. Jadi saat ada tawaran hal-hal negatif, yang pertama kali memberi respon adalah amigdala. Neokorteks akan berjalan setelahnya, tapi entah kapan karena waktunya ga tentu.

Hal-hal positif kebanyakan tidak menyenangkan emosi kita. Dan kita cenderung untuk menghindari hal-hal yang tidak menyenangkan kita bukan? Itulah kenapa kita cenderung lebih cepat menyerap hal-hal yang negatif. Karena udah dari otak kita (yang sifatnya spontan) untuk mendekat pada hal-hal yang menyenangkan emosi kita.
Nah kita udah tau gimana hal-hal negatif ini dengan mudah mempengaruhi kita. Terus gimana donk cara ngatasinya? Nantikan postingan saya berikutnya

Do Your Best, Be The Best
Make Life, Not Just Living